Rabu, 24 Agustus 2016

Cinta Yang Terpendam

Pagi itu matahari bersinar dengan cerahnya. Jam dinding menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Giza bersiap berangkat ke sekolahnya dengan Pak Anton, sopir kesayangannya. Giza adalah siswi kelas 12 di SMA Kartini. Orangnya baik, pintar, sederhana, dan mudah bergaul, meskipun kadang-kadang bloon juga sich. Karena mudah bergaulnya itu dia punya banyak teman, diantaranya  Feza, Deka, Chika, Tita, dan Aji.
                “Pak, nanti  jemputnya agak sorean ya.? Sekitar setengah tiga. Soalnya nanti ada les tambahan.” Kata Giza.
                “Oke deh.! Pak Anton tunggu disini.” Jawab Pak Anton.
                “Okelah kalo begitu, hati-hati di jalan Pak..”  Teriak Giza.
                “Hai Gi.. tumben enggak bareng sama duo kembar??”  Tanya Chika.
                “Oh.. mereka. Katanya sih masih ada urusan, jadinya berangkat belakangan. By the way kalian kok akur sih.?” Tanya Giza.
                “Yah.. Giza. Kita kan udah janji untuk akur selamanya, demi persahabatan kita.” Jawab Chika.
                “Iya Giz, lagian kita sudah temenan lama masa harus musuhan. Dan kalau musuhan aku nggak ada temennya dong.!” Jelas Tita.
                “Iya deh, masuk yuk, keburu lonceng bunyi nih.” Ajak Giza.
                Mereka bertigapun berjalan masuk ke ruang kelas. Tetapi mereka dikejutkan oleh duo kembar dan Aji yang sudah siap mengageti Giza, Chika, dan Tita. Duarrr..!!!  Otomatis Giza, Chika, dan Tita kaget setengah mati.
                “Eh copot copot, siapa lu...e..siapa lu!” Latah Tita kumat.
                “Feza, Deka, Aji, ngapain sih, ngagetin aja. Nggak punya kerjaan aja kalian ini!” Bentak Giza.
                “Maaf Giz, soalnya kalian ditunggu lama sih, jadinya main gini deh,” Jelas Deka.
                “Terserah deh, awas ya kalau kalian seperti ini lagi.” Ancam Chika.
                “Ngomong-ngomong tadi kamu bilang berangkat belakangan, tapi kok sudah di sini sih?” Tanya Giza.
                “Maksudnya belakangan itu, kita...
                “Maksudnya gini lho Giz, kita berangkat belakangan itu berangkatnya lewat belakang bukan lewat depan. Nih, nemenin siAji. Katanya kalau lewat depan dia bisa celaka. Kamu tahu kan siapa?” Sela Deka mendahului kakaknya Feza.
                “Wah, Deka parah nih, suka nyerobot orang. Kakaknya aja diserobot, apalagi kita.” Kata Chika.
                “Eh bukan nyerobot, Cuma bantu ngomong aja. Soalnya kakakku itu kalau mau ngomong sesuatu lama banget sih, jadinya sebagai adik yang baik, aku bantu aja.” Jelas Deka.
                “Maksud kamu gengnya Rangga ya? Yang kata temen-temen cinta mati ama Giza terus benci mati ama Aji. Kenapa sih dia itu benci banget sama kamu Ji?” Tanya Tita.
                “Sebenere bukan bukan benci, tapi cuman opo yo? Aku juga ndak tahu kok!. Lha wong dia dulu yang benci ma aku, bukan aku dulu.” Jawab Aji dengan logat Solonya.
                “Udah deh, masuk yuk! Keburu ada Pak Tomi.” Ajak Feza.
                Akhirnya mereka berenam masuk kelas dan duduk di bangku masing-masing menunggu guru mereka datang. Tak lama kemudian datanglah Pak Tomi dan pelajaranpun dimulai.

...☺.........☺.........☺
                Bel istirahat berbunyi, seperti biasa Giza duduk di taman tengah sekolah sambil membaca komik favoritnya. Ya, sambil ketawa-ketawa sendiri juga. Secara komiknya lucu. Tak disangka Giza, Rangga datang menghampirinya.
                “Hai Za.. boleh gabung nggak? itung-itung nemenin kamu yang lagi sendiri.” Sapa Rangga.
                “Boleh aja. Silahkan duduk.” Jawab Giza.
                “Makasih Za. Eh, tadi aku lihat kamu ketawa sendiri  lho. Emang kenapa Za?” Tanya Rangga.
                “Enggak apa-apa kok. Aku kan lagi baca komik lucu, jadinya ketawa deh. Kata orang-orang ketawa itu kan sehat, jadi kenapa harus dipendam kalau mau ketawa, kan enggak enak. Tertawa aja sepuasnya.” Terang Giza.
                “Tapi jangan keseringan, nanti dikira gila ketawa sendiri.” Ujar Rangga.
                “Ah, enggak mungkin. Aku masih sehat, paling kamu yang gila lihat aku ketawa sendiri. Ya kan?.” Kata Giza.
                “Bener Giz, aku emang udah gila. Aku nggak tahan kalau sehari aja nggak lihat kamu. Jujur Giz, aku suka sama kamu. Aku cinta sama kamu, tapi kamu gimana sama aku?” Tanya Rangga.
                “Gimana apanya, kita kan temen. Aku nggak pengen diantara pertemanan kita ada yang namanya cinta. Bagi aku cinta antara temen itu lebih baik daripada cinta yang mengarah pada hubungan lain. Aku dan kamu bakal tetep jadi temen. Oke!” Jawab Giza.
                “Giz, aku bercanda kok!. Tapi sebenarnya aku memang sangat mencintai kamu Giz. Aku ingin kamu itu jadi milik aku. Tapi, apa kamu juga memiliki perasaan yang sama dengan aku. Andai kamu tahu Giz, aku udah lama nyimpen cinta yang terpendam ini ke kamu. Aku harap kamu bakal mengerti suatu saat nanti dan kamu juga akan membalasnya.” Gumam Rangga sambil melamun.
                “Helloo.. Ngga, Rangga. Do you hear me?” Tanya Giza sambil melambaikan tangannya di depan muka Rangga.
                “Eh iya. Sorry. Nggak apa-apa kok Za. Oh ya, tadi aku inget Bu Rini nitip pesen ke kamu. Beliau bilang les tambahannya di cancel, katanya beliau tadi masih ada urusan penting. By the way kamu nanti dijemput jam berapa?” Tanya Rangga.
                “Aku tadi sih bilang sama Pak Anton suruh jemput jam setengah tiga. Tapi, kalai nanti pulang cepet  ya aku pinjem hp nya Chika aja buat ngasih tahu Pak Anton.” Jelas Giza.
                “Tapi kalau nanti Chika nggak bawa hp trus Pak Anton nggak jemput, mau nggak pulang bareng aku?” Ajak Rangga.
                “Kalau aku bareng kamu Raka gimana?” Tanya Giza.
                “Ya biar naik angkot aja. Kalau dia marah emang gue pikirin. Jadi gimana mau nggak?” Tanya Rangga.
                “Ya udah deh, mau aja daripada nggak ada yang jemput trus nggak pulang.” Jawab Giza.
                “Okelah kalo begitu. See you nanti ya...” Kata Rangga.
                Siangnya mau nggak mau Giza pulang bareng Rangga. Betapa senangnya hati Rangga saat itu. Namun, Rangga sendiri nggak tahu apakah saat itu Giza juga senang atau biasa saja. Ah... biarkan waktu yang kan menjawab semua. Pikir Rangga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar